Oknum TNI Serang Mapolres Tarakan, Wilson Lalengke: Perlu Penyelesaian Hukum yang Adil dan Tuntas

 


Jakarta – Penyerangan terhadap markas kepolisian oleh oknum militer terjadi lagi. Peristiwa memalukan serupa teramat sering terdengar di berbagai tempat di negeri ini, baik dalam skala kecil maupun besar. Dalam tawuran antar oknum berseragam dan bersenjata api di Indonesia, lebih sering anggota Polri yang menjadi sasaran serangan oknum TNI.


Serangan terhadap Mapolres Tarakan pada 24 Februari 2025 lalu oleh sekitar 30-an oknum TNI menambah panjang daftar kasus yang melibatkan aparat dari kedua institusi yang dibiayai rakyat tersebut. Menurut informasi dan tayangan video amatir yang beredar, serangan ini dilakukan dengan menggunakan senjata api, tongkat, dan batu. Akibatnya, 12 anggota Polri terluka, baik ringan maupun berat.


*Kronologi Insiden*


Pada hari Senin, 24 Feb 2025 pukul 22.52 WITA, tidak kurang dari 30 orang oknum anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari satuan BRIGIF 24/BC dan YONIF 614/RJP mendatangi dan menyerang Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka membawa senjata api, pentungan/kayu, dan batu sebagai alat penyerangan. Mereka mengeroyok anggota Polri yang sedang berada di Mapolres yang mengakibatkan 12 orang polisi mengalami luka berat dan ringan.


Berdasarkan penelusuran media, asal-muasal penyerangan diduga karena perselisihan yang terjadi pada tanggal 23 Feb 2025 sekitar pukul 02.00 WITA di warung kopi Pot Coffee, Jl. P. Sulawesi No.65, Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Di tempat itu, oknum TNI membuat keributan dengan merusak cafe dan mengganggu pengunjung, namun berhasil dilerai oleh personil Polri yang kebetulan sedang melewati tempat itu.


Kejadian tersebut rupanya tidak terselesaikan tuntas. Akibat perselisihan yang sempat terjadi antara oknum anggota TNI dengan personil Polri memicu ketidak-senangan oknum TNI yang melakukan keributan. Sang oknum TNI kemudian memanggil teman-temannya dari BRIGIF 24/BC dan YONIF 614/RJP untuk melancarkan serangan balas dendam ke Mapolres Tarakan.


*Fakta Hukum*


Beberapa catatan fakta hukum yang harus dicermati dalam kasus ini antara lain adalah bahwa pengrusakan Mapolres Tarakan oleh oknum BRIGIF 24/BC dan YONIF 614/RJP adalah pidana murni yang harus diproses secara transparan dan berkeadilan. Kejadian itu dilatar-belakangi oleh rasa sakit hati individu oknum anggota TNI terhadap orang lain, yakni personil Polri.


Fakta lapangan menunjukkan bahwa akibat pengeroyokan tersebut menyebabkan 12 anggota Polres Tarakan mengalami cedera, baik yang terluka berat maupun luka ringan. Para korban adalah mereka yang umumnya tidak tahu-menahu dan tidak terkait dengan insiden cekcok antara oknum TNI dengan personil Polri di warung kopi Pot Coffee yang menjadi pemicu masalah.


Penyerangan dan pengeroyokan yang dilakukan bersama-sama terhadap orang lain merupakan delik tindak pidana yang diatur dalam Pasal 170 KUHPidana, yang oleh karena itu para penyerang perlu diperhadapkan ke proses peradilan pidana militer. Kasus ini tidak boleh dibiarkan menguap dan hilang begitu saja tanpa proses hukum yang adil, transparan, dan tuntas.


*Harapan Publik*


Masyarakat mendambakan suasana yang kondusif, damai dan harmonis di lingkungan mereka. Oleh karena itu, sangat penting artinya menciptakan keamanan dan ketertiban di setiap momen dan tempat di masyarakat. Itulah pentingnya ada Polisi dan Tentara bagi negara dan bangsa Indonesia. Mereka diberi tugas untuk menjaga keamanan negara dan ketertiban masyarakat.


Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengaku sangat prihatin dan menyayangkan kejadian memilukan di Tarakan itu. “Sungguh aneh dan disayangkan melihat perilaku segelintir oknum anggota di tubuh TNI dan Polri yang justru berperilaku bertentangan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Mereka dengan mudahnya menjadi pemicu keresahan publik, petantang-petenteng melakukan penyerangan hanya karena masalah sepeleh,” ujarnya kepada media yang meminta pendapatnya terkait kasus ini, Senin, 3 Maret 2025.


Kita sangat berharap, lanjut Wilson Lalengke, agar Panglima TNI segera membenahi anggotanya di semua lini agar perilaku barbar semacam peristiwa di Tarakan dan beberapa tempat selama ini tidak terus terjadi. “Penyelesaian yang adil, transparan dan tuntas atas setiap kasus tawuran antar aparat harus dilakukan,” imbuh alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.


Sementara itu, Wilson Lalengke juga mengingatkan Kapolri agar terus-menerus melakukan pembinaan yang baik dan intens kepada bawahannya agar memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat tanpa memandang statusnya. “Sering sekali terjadi, arogansi yang ditunjukkan oleh penegak hukum dan perlakuan kasar dan tidak menghargai sesama manusia menimbulkan rasa dendam bagi anggota masyarakat. Jadilah polisi yang ramah, sopan, dan melayani, bukan sebagai aparat hukum yang sangar, beringas, dan menjengkelkan,” pungkas tokoh pers nasional itu berharap. (TIM/Red)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama