Apa yang muncul dalam pikiran, ketika Form C1 yang berisi rekapitulasi hasil perhitungan suara ternyata penuh coretan dan ditindis dengan tipe-x?
Padahal mestinya tidak boleh ada coretan. Walau petugas mengatakan “boleh saja, asal ada paraf dari semua saksi”. Lantas dimana paraf tersebut dicantumkan? Sebab, setelah diparaf, bisa saja angka dan huruf ditipe-x kembali untuk tujuan tertentu. Bagaimana pula bila yang ditipe-x “hibak sabak” memenuhi lembar form?
Alkisah, terjadi kehebohan di satu kecamatan, karena para petugas KPPS protes, Form C1 yang sudah ditetapkan di kelurahan dan desa, sesampainya di kecamatan berubah, dan perubahan itu dilakukan dengan tipe-x.
Setelah dicermati, total angkanya memang tidak berubah, namun komposisinya sudah tidak sama. Suara partai pindah menjadi suara caleg. Suara caleg A bergeser menjadi suara caleg B atau C. Suara partai A hilang menyusut, sementara partai lain menggelumbung bagai balon.
Tersebar kabar burung, ada yang mampu bergerilnya melakukan perubahan suara, dari tingkat kelurahan atau desa hingga kecamatan. Hanya sampai kecamatan, karena bila Form C1 sudah sampai KPUD, tidak mungkin ada perubahan lagi. Pada tempat itu banyak mata yang menyorot.
Orang-orang yang bergerilya ini menawarkan jasanya hingga ratusan juta, gerakannya bagai hantu yang mampu mengubah angka-angka berpindah dalam hitungan detik.
Bagi caleg yang sepenuhnya mengandalkan kejujuran penyelenggara, hanya bisa pasrah. Karena tidak mungkin mampu mengawasi pergerakan suara, hingga pada tempat-tempat terjauh.
Bagaimana bila penyelenggara yang diandalkan tersebut sejak dibentuk sudah sarat kolusi dan nepotisme? Yakinkah berintegritas? Pastikah memiliki kapasitas?
Dan ketika form C1 “hibak sabak” dengan tipe-x, maka terkuaklah misteri tentang hal-hal yang sangat mendasar menyangkut integritas dan kapasitas. Mungkinkah hasil Pemilu seperti itu bisa dipercaya?. (nm)
Posting Komentar